Rabu, 27 Juni 2012

Kisah



Ketika kisah di kisahkan... 

Menuliskan tentang dirimu adalah hal favorite sepanjang waktu. Kamu selalu bisa menghiasi detik-detikku. Kamu bahan inspirasi di setiap huruf yang akan aku satukan ke dalam sebuah kalimat yang kemudian menjadi bait, selembar demi selembar. Kamu adalah ruh dalam kata perkata yang kuketik. Kamu dan aku adalah sebuah kisah. Aku yang masih berselimut malu hanya bisa menyampaikannya melalui kata-kata. Baiknya kamu baca ini tepat waktu.

Andai tabungan rasa bisa di tukar dengan detikmu, mungkin aku akan menguasai waktu. Kurela di hukum oleh waktu. Karena aku selalu mengenakan praduga dan angan sebagai alas sepatu. Mengapa? Karena masih saja kujadikan itu sebagai petunjuk langkah agar bisa terus menulis kisah dirimu dengan indah sampai akhir waktu di atas lembaran rasa dan waktu.

Kukenali kamu dalam diam. Kusebut namamu dalam pendam. Kamu satu-satunya cahaya dalam malam. Dan aku karam dalam takjub yang paling dalam. Aku menghitam dengan tinta-tinta bertuliskan namamu dalam tiap denyut nadiku. Terhembus sebuah ketakjuban. Kini hilang dalam pendam. Tanpa dendam. Aku hanya bisa bergumam dengan diri sendiri. Kamu mampu merubah ‘berisik’ saat pancaran tatapmu menangkap tatapku yang berjuta arti dan seketika aku menjadi sosok pendiam. Kamu mampu menguasai waktu.

Jika merindumu adalah sebuah dosa, mungkin saat ini aku sedang disiksa dalam neraka kerinduan. Ribuan detik bagaikan cambukan bagiku karena tanpa pertemuan. Huruf-huruf dalam Microsoft Word ini sulit untuk di satukan menjadi kalimat percintaan. Api keegoisan telah membakar seluruh rasa rindu yang tak mampunyai tampungan. Aku berusaha mengisi detikku dengan cucuran keringat, sebagai tanda pengalihan. Aku berusaha mengingat kembali memory awal cerita, kalau aku mempunyai rasa tanpa tanda baca dan kiasan. Aku hanya ingin memiliki rasa yang natural, mengalir dan entah kapan itu bisa jatuh di sebuah jurang waktu.

“Kata-kata ini hanya sekedar kata, tanpa kamu yang bertahta.”

Bila kisah ini tertuang dalam secangkir kopi, maukah kamu terus mengisinya agar tak habis terminum waktu? Sekiranya kisah ini tertuang dalam secangkir kopi, hangatkanlah, agar tak dingin karna di bekukan waktu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar