Mungkin hanya dengan goresan
tinta saja yang bisa mewakili betapa
hancur dan kuatnya diriku selama bersamamu memendam banyak pikiran. Entah karena
apa, lidahku menjadi kelu saat aku ingin mengutarakan berjuta perasaan yang
selama ini aku simpan. Aku tidak minta banyak darimu, aku hanya ingin kamu
mendengarkan semua keluhan. Aku hanya
ingin menjadikan kamu bukan hanya sebagai pasangan, tapi juga sandaran.
Aku selalu memandangmu sebagai
Raja, tidakkah kamu menganggapku sebangai Ratu? Atau setidaknya akulah yang
nomor satu. Mata ini ingin berbagi cerita denganmu, tapi mata kita tak juga
satu. Kamu melihat ke Barat dan aku memandangmu dari belakang duduk termangu
membetulkan sepatu. Sepatuku rusak karna selalu mengikuti kemana kamu melangkah
dan kamu tak juga tahu. Tetesan keringat dan air mata jatuhpun kamu tak menengok
dan bicara sesuatu. Kamu itu ‘emas’ yang aku temukan dari tumpukan batu.
Tiap aku bangun dari tidurku, aku
selalu tersadar bahwa aku punya hutang keluhan. Jiwa ini bergetar, seolah tidak
mau mengungkapkan segala keluhan. Lalu apalah arti dari sebuah hubungan tanpa
adanya saling mendengarkan? Apakah aku harus terus dan terus berkeluh pada
jemari dan mendekap diri sendiri di kala jiwa dan raga membutuhkan sebuah pelukan
hangat dari kamu yang selalu terlihat dengan kesempurnaan.
Salahku, aku ini terlalu kuat
untukmu yang mengagungkan. Aku sangat kuat untuk menahan dan menyimpan. Pastinya
memelihara banyak beban. Dan beban ini terus mengalami pertumbuhan. Hingga jeritku tak lagi bisa aku
keluarkan. Semua tersimpan dengan aman di dalam perasaan. Perasaanku terlalu
kuat, kupikir demikian, tapi logikaku berusaha keras mencari semua jawaban. Tapi
tak juga ia temukan. Kusadari, yang aku butuhkan hanyalah ketegasan. Tapi tiap aku
mendengar suara kamu dan melihat kamu, rasanya semua beban bisa kubuat lupa dan
bisa aku sampingkan.
Kamu adalah “tapi” dalam setiap alasan.
Kupunya tabungan keluhan yang
berlapis perasaan. Kupunya hutang rindu yang tak bisa di lunasi walau dengan
pertemuan. Kupunya airmata yang tak bisa di hapus dengan belaian. Kupunya tabungan
cinta yang tak perlu kamu tanyakan. Kupunya bunga semangat sebagai penguat
dalam sebuah ikatan. Kupunya kepingan masa depan dalam sebuah hubungan. Kuminta
kamu seutuhnya sebagai tanda perlunasan.
Jadi, bisakah kamu menjadi
sandaran keluhan dalam sebuah hubungan? Aku mau kamu, itu saja.