Cerita ini begitu indah diawal. Kukira akan segera kudapati cinta dalam arti sebenarnya, bukan cinta semu atau cinta bayangan kelabu. Hal yang belum kurasakan dengan lelaki lain. Ruang dan waktu yang tepat ia goreskan tinta harapan di selembar kertas putih sedikit kusam bekas sebuah coretan rindu. Goresan itu ia sirami dengan anggunnya oleh tinta senyuman, sentuhan dan tutur kata pembawa surga. Tekunnya ia mempelajari bagaimana cara memecahkan celengan cinta yang selama ini telah kutabung. Kubuka satu demi satu lembar kertas yang telah kusam, nampak beberapa nama yang pernah tertulis, namun sepintas kurasa tidak ada yang lebih baik darinya –saat itu-. Betapa hebatnya kamu. Lelaki kuat yang memiliki kekuatan bak superhero yang mampu memusnahkan virus trauma akan jatuh cinta. Siapa kamu? Hey, enjoy sekali kamu terus-menerus menggoreskan tinta indah di lembaran kusam ini?
Tak kusadari dan tak terasa, lembaran kusam itu berubah menjadi lembaran yang penuh warna. Kamu telah mengisi semuanya dengan curahan tinta terbaikmu. Aku senang, senang sekali. Tak sangka, kamu orangnya, lelaki pembawa obor harapan disaat kutermenung sendiri di pojok lorong sendu. Kamu menyinari dan memberikan senyuman hangat. Saat itu aku seperti lempengan es yang siap mencair saat didekatmu. Lembar demi lembar selalu diisi oleh tintamu, hingga tanpa sadar lembaran itu pun penuh dengan tintamu. Saat aku dibutakan oleh tinta indahmu, tanpa kusadari terdapat gincu merah yang siap mencoret penuh emosi di atas lembaranku. Gincu merah itu lebih kuat, bahkan tintamu kini sudah terhapus (kuharap). Tercabik-cabik, kusut dan kini lembaran itu menjadi potongan kertas tanpa arti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar